Essay "Gelar Semu Indonesia"



Gelar Semu Indonesia
Ditulis oleh : Diana Herlianita
Indonesia dilahirkan dengan berbagai macam sumber daya alam, suku, budaya, bahasa, sehingga banyak yang mengatakan bahwa Indonesia adalah replica atau miniature Surga Dunia. Biji atau bibit apapun yang ditanam akan tumbuh subur, dilautan manaun ditaruh pancingan, akan ada saja penghuni laut yang tertangkap. Saking suburnya, saking melimpah ruahnya sumber daya alam, sehingga pantaslah Indonesia diberi “gelar” demikian.  “Gelar” yang kini cukup terkenal dikalangan masyarakat, namun dewasa ini kita tahu bahwa “gelar” tersebut semu, maya yang kelihatan ada padahal tidak ada. Mengapa saya menyebut demikian? Sadarkah bahwa masyarakat Indonesia belum sarjana untuk mendapat gelar tersebut?
Sumber daya yang seharusnya dikelola oleh para “sarjana” (baca: pengelola / masayarakat Indonesia) pada kenyataanya hanya dikelola oleh sekumpulan anak-anak remaja Sekolah, yang bahwasanya pengetahuan tentang sumber daya tersebut masih minim. Sehingga “sarjana luar negeri” lah yang mengambila alih sumber daya alam tersebut dengan iming-iming yang cukup memuaskan bagi sebagian penduduk Indonesia itu sendiri (anak remaja). Dengan dalih pemberdayaan sumber daya alam, perbaikan lingkungan dan lain sebagainya, yang sebagian besar diatur oleh pihak luar, dan pribumi sebagai alat yang berjalan menunggu perintah. Sehingga tidak dipungkiri bahwa semua dalih mereka membawa kepentingan tersendiri.
Bahkan mereka yang mencanangkan dan menggembar – gemborkan peduli lingkungan hidup dan sumber daya alam. Dan jadilah kita sebagai “tim hore dan pesuruh” mereka.
Bangkit, mungkin itu kata yang pantas dipahami dan direalisasikan. Bagaimanapun keadaan bangsa ini, bukan berarti kita hanya duduk terdiam menunggu Soekarno edisi 2 yang akan membebaskan kita dari belenggu penjajahan. Bergerak atau tergantikan, ikut atau tidaknya kita dalam pembangunan tidak akan merugikan Indonesia, hanya pilihannya hanya, kita mau menulis sejarah atau diabaikan oleh sejarah.
Menyadarkan anak-anak remaja yang senang bermain untuk belajar mengejar ketertinggalannya. Bahkan ada pepatah yang mengatakan “lebih baik terlambat atau tidak sama sekali”, lebih memperbaiki sekarang atau kita akan kehilangan, yah kehilangan. Mulai dari diri sendiri, dari hal terkecil, dari sekarang!! Belajar untuk menumbuhkan cinta kasih pada alam, belajar untuk mencintai alam, belajar untuk memelihara alam, hingga akhirnya bagaimana kita belajar untuk mengelola alam tersebut.
Karena dengan terus menyesali hal yang sudah terjadi tidak aka nada gunanya jika kita hanya tetap diam ditempat tanpa ada pergerakan pembangunan kearah yang lebih baik. Hingga yang peduli tanpa kepentingan adalah kita, yang mencintai adalah kita, yang memelihara adalah kita, dan yang mengelola adalah kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Best Friend Become Lovers

Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang

Resensi The Great Power of Mother